Jumat, 08 Juni 2012

BAB X PENGELUARAN PEMERINTAH


BAB X
PENGELUARAN PEMERINTAH
Pengeluaran Pemerintah
Identitas keseimbangan pendapatan nasional Y = C + I + G merupakan pandangan kaum Keynesian akan relevansi campur tangan Pemerintah dalam perekonomian tertutup. Formula ini dikenal sebagai identitas pendapatan nasional. Y merupakan pendapatan nasional, C merupakan pengeluaran konsumsi, dan G merupakan Pengeluaran Pemerintah. Dengan membandingkan nilai G terhadap Y serta mengamati dari waktu ke waktu dapat diketahui seberapa besar kontribusi Pengeluaran Pemerintah dalam pembentukan pendapatan nasional (Dumairy,1997).
Intervensi pemerintah dan fungsi ekonomi Indonesia
Dalam kancah perekonomian modern peranan pemerintah terdiri dari :
1.      Fungsi alokatif è peranan pemerintah dalam mengalokasikan sumber daya ekonomi yang ada dalam pemanfaatannya bisa optimal dan bisa mendukung efisiensi produksi
Contoh : barang private dan barang public
2.      Fungsi distributive èperanan pemerintah dalam mendistribusikan sumber daya. Kesempatan dan hasil-hasil ekonomi secara adil dan wajar
Contoh : ketidakmerataan sumber daya ekonomi dan kesempatam
3.      Fungsi stabilitatif èfungsi pemerintah dalam menstabilisasi perekonomian dan memulihkan jika berada dalam keadaan equilibrium
Contoh : inflasi, tingkat bunga, tingkat upah dst.
4.      Fungsi dinamisatif èperan pemerintah dalam menggerakkan proses pembangunan ekonomi, agar lebih cepat tumbuh, berkembang, dan maju.
Dasar teori pengeluaran pemerintah
Lima alasan “Adolph wagner” pengeluaran pemerintah selalu meningkat :
1.      Tuntutan alasan pelindungan keamanan dan pertahanan.
2.      Kenaikan tingkat pendapatan masyarakat
3.      Urbanisasi yang mengikuti pertumbuhan ekonomi
4.      Perkembanagan demokrasi
5.      Inefisiensi pelaksanaan demokrasi
Pengeluaran Pemerintah Indonesia
Pengeluaran Pemerintah dapat dikategorikan ke dalam berbagai jenis pengeluaran.

Pertama, rincian belanja negara menurutt organisasi disesuaikan dengan susunan kementrian negara/lembaga pemerintah pusat. Belanja pemerintah pusat menurut organisasi dipengaruhi oleh perkembangan susunan kementrian lembaga,perkembangan jumlah bagian anggaran (BA), dan perubahan nomenklatur atau pemisahan suatu unit organisasi dari organisasi induk,atau penggabungan organisasi. Belanja pemerintah pusat menurut organisasi secara garis besar terdiri dari dua bagian anggaran umum, yaitu
        (i) Bagian Anggaran Kementrian/Lembaga (K/L),dan
        (ii) BA Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan (APP).
Bagian anggaran kementrian/lembaga merupakan bagian anggaran belanja pemerintah pusat yang dikelola oleh kementrian/lembaga dalam rangka pelaksanaan program-program pemerintah yang telah digariskan dalam rencana kerja pemerintah (RKP). Sementara itu,BA APP merupakan bagian anggaran belanja emerintah pusat yang dikelola oleh menteri keuangan selaku bendahara umum negara,dalam rangka peaksanaan kegiatan-kegiatan yang tidak dilaksanakan K/L,seperti pembayaran pensiun dan pembayaran bunga utang,sementara rincian belanja daerah menrut organisasi disesuaikan dengan susunan perangkat daerah/lembaga tekhnis daerah . 

Kedua,rincian belanja negara/daerah menurut fungsi,antara lain terdiri atas pellayanan umum,pertahanan,ketertiban dan keamanan,ekonomi,lingkungan hidup,perumahan dan fasilitas umum,kesehatan,pariwisata,budaya,agama,pendidikan dan perlindungan sosial. Pada dasarnya, belanja pemerintah pusat menurut fungsi dapat menggambarkan
a.       besarnya alokasi anggaran padaprogram-program dalam fungsi pada K/L atau menteri keuangan selaku bendahara umum negara
b.      banyaknya K/L yang menjalankan program-program dalam fungsi yang bersangkutan.

Ketiga, rincian belanja negara/daerah menurut jenis belanja (sifat ekonomi),antara lain terdiri atas belanja pegawai,belanja barang,belanja modal,bunga,subsidi,hibah,bantuan sosial,dan belanja lain-lain.
Menurut Badan Pusat Statistik dari sumber Departemen Keuangan RI,jumlah pengeluaran negara tahun 2011 berjumlah 823,627 jumlah ini merupakan perolehan dari berbagai pengeluaran dari uraian diatas.dan rinciannya yaitu,   (dalam Milyaran Rupiah)
*Belanja Pegawai 180,624 
*Belanja Barang   131,533
*Belanja Modal    121,659 
*Pembayaran Bunga Utang  116,403
*Subsidi      184,817
*Belanja Hibah     771
*Bantuan Sosial    61,526
*Belanja Lain-Lain   26,294

Setiap tahun tingkat pengeluaran negara semakin tinggi,ini belum sebanding dengan kesejahteraan rakyat dimana masih banyak sekali rakyat yang mengalami kemiskinan,diharapkan pemerintah mampu membangun negara yang berkembang ini menjadi negara maju dengan jumlah kemiskinan yang minim. Karena setiap pengeluaran yang ada bahkan tinggi haruslah diikuti dengan hasil yang lebih baik.
 
Tiga neraca pemerintahan pusat
Neraca Modal
Merupakan bagian dari neraca pembayaran yang mencerminkan perubahan-perubahan dalam kepemilikan aset jangka pendek dan jangka panjang (seperti saham, obligasi dan real estate) suatu negara, Yang meliputi
a. Arus modal keluar tercatat sebagai debit karena suatu Negara membeli asset berharga dari pihak asing (luar negeri).
b. Transaksi-transaksi neraca modal diklasifikasi sebagai investasi portfolio, langsung atau jangka pendek.
Untuk dapat membeli aset luar negeri diperlukan valuta asing, dengan demikian arus modal neto menggambarkan demand terhadap valuta asing. Nilai valuta asing ditentukan oleh demand valas untuk membeli barang-barang dan jasa dan demand terhadap valas untuk membeli aset. Neraca Modal adalah ukuran investasi jangka pendek dan jangka panjang suatu negara, termasuk investasi langsung luar negeri dan investasi dalam sekuritas.

BAB IX INVESTASI


BAB IX
INVESTASI
PERKEMBANGAN DA SASARAN UMUM INVESTASI
Semenjak diberlakukannya Undang-undang No.1/Tahun 1967 .No.11/Tahun 1997 tentang PMA dan undang-undang no.6/Tahun 1968 no 12/tahu 1970 tentang PMDN,investasi cendrung terus meningkan dari waktu ke waktu.Walaupun demikian,pada tahun-tahun tertentu sempat juga terjadi penurunan.Kecendrungan peningkatan bukan hanya berlangsung pada investasi oleh kalangan masyarakat atau sektro swasta,baik PMDN maupun PMA, namaun juga penanaman modal oleh pemerintah.Ini berarti pembetukan modal domestik bruto meningkat dari tahun ke tahun.

Penamnaman modal oleh dunia usaha meningkat pesat terutama dalam dasawarsa 1980-an sesudah pemerintah meluncurkan sebuah paket kebijksanaan deregulasi dan debirokratisasi.Dalam dasawarsa 1970-an bagian terbesar penanaman modal negri berasal dari sektor pemerintah.Keadaan tersebut sekarang terbalik.Selama paruh pertawa dasawarsa 1990-an sebagian besar investasi domestik berasal dari dunia usaha dan masyarakat.Investasi oleh pemerintah sendiri juga tetap bertambah sejalan dengan meningkatnya kebutuhan akan sarana dan prasarana serta pelayanan dan dasar lainnya

Dalam pembiayaan pembangunan sepanjang PJP 1 telah terjadi peningkatan pesat investasi.Apabila pada awal PJP 1 nilai investasi total (diukur dengan harga konstan tahun 1983) baru mencapai angkka Rp 3,7 Triliun,pada tahun 1992 nilai itu sudah mencapai bilangan Rp 34,7 Triliun.Itu berarti setiap tahun investasi naik dengan lanju rata rata sekitar 10 persen.Sepanjang kurun waktu itu peranan sektor swasta dalam keseluruhan investasi nasional sangat fluktuatif.Pada masa sepuluh tahun pertama,maksudnya tahun 1970-an,peranan investasi swasta mengalami penurunan seirung engan meningkatnya pesat investasi pemerintah.Pada masa sewindu berikutnya,periode awal 1980-an hingga tahun1987,sejalan dengan merosotnya penerimaan pemerintah dari sekto minyak bumi serta membekaknya pembayaran utang luar negri,peranan investasi pemerintah menurun.Sebaliknya,peranan investasi swasta meningkat,kemudian,sejajar dengan membaiknya lagi penerimaan pemerintah namun kali ini berkat kenaikan pesat penerimaan pajak,peranan investasi pemerintah pun meningkat kembali sehingga kontribusi relatif investasi swasta sedikit menurun.

Perkembangan investasi sepanjan PJP I bahkan melebihi pertumbuhan produks nasional.Rasio investasi terhadap produksi nasional melonjak cukup berarti,dari semula 18 persen kemudian 30,5 persen.lonjakan rasio ini merupakan pertanda kenaikan kapasitas produksi nasional.Semua itu dimungkinkan berkat kenaikan dalam sumberr pembiayaannya,baik dari tabungan dalam negri maupun dari dana luar negri.Tabungan domestik meningkat dengan laju rata rata 12,6 persen per tahun.Peranan tabungan domestik dalam pembiayaan investasi telah meningkat dari 82 persen pada Pelita I Menjadi sekitar 91 persen pada pelita V.

Disektor investasi swasta,selama periode 1 januari 1967 hingga 15 juli 1994 secara kumulatif telah disetujui sebanyak 8703 proyek PMDN dengan nilai total Rp275.413,7 Miliar.Dalam kurun waktu yang sama jumlah PMA yang disetujui sebanyak 2.907 proyek dengan nilai total US$83.945,6 juta.Namun dari jumlah jumlah yg disetujui itu,realisasi kumulatif hanya 5649 proyek PMDN dengan nilai total 82,949 persen.Sedangkan realisasi kumulatif PMA hana 1649 proyek (56,72 persen) dengan nilai total US$26.742 juta (31,86 persen).Mayoritas Investasi oleh pihak swasta tertanam disekto sekunder atau sektor industri pengolahan (manufacturing),baik PMDN maupun PMA,baik dilihat berdasarkan jumlah proyek maupun berdasarkan nilai investasinya

Dilihat secara regional,sebagian besar proyek-proyek PMDN dan PMA berlokasi di wilayan Propinsi Jawa Barat dan DKI jakarta,baik tatkalah persetujuannya diterbitkan maupun sesudah proyek proyek itu diwujudkan.Dalam perbandingan antar pulau,63,3 persen nilai MDN terkonsentrasi di Pulau Jawa.Proporsi nilai PMA yang menumpuk dipulau ini lebih besar lagi,67,5persen(Angka-angka dihitung berdasarkan data persetujuan kumulatif sampai dengan 15 juli 1994).Khusus mengenai PMA,nilai investasi terbesar berasal dari Jepang.Para investor dari negri matahari terbit ini menguasai sekitar seperlima nilai PMA di Indonesia,termasuk nilai proyek-proyek patungannya dengan beberapa negara.

Indonesia menghadapi berbagai tantangan dalam mencerahkan iklim investasinya di masa datang,baik secara internal di dalam negri sendiri maupun secara eksternal dari negara lain.Di dalam negri,tantanagn itu antara lain masih belum memadainya ketersedian sarana dan prasarana perekonomian yang berupa barang barang publik.Sementara keuangan pemerintah justru harus dikelola lebih efisien,kalangan swasta biasanya enggan atau tidak tertarik untuk menanam modal bagi penyediaan barang publik.

Berdampingan dengan tantanan-tantangan yang dihadapi,tentu saja terdapat berbagai peluang yang kita miliki.Peluang tersebut misalnya kemantapan situasi politik di tanah air,perkembangan mengesankan dalam kualitas sumberdaya manusia,keterbukaan perekonimian kita serta keberhasilan pembangunan selama ini yang tentu saja merupakan kredibilitas tersendiri.Di tengah tantagan dan peluang-peluang itulah pemrintah mencanagkan target-target tertemtu untuk investasi di masa datang.
Pembentukan Modal Domestik Bruto
Untuk mendapatkan gambaran mengenai perkembangan investasi dari waktu ke waktu, ada tiga macam cara yang bisa dilakukan. Pertama, dengan menyoroti kontribusi pembentukan modal domestik bruto dalam konteks permintaan agregat, yakni melihat sumbangan dan perkembangan variabel I dalam identitas pendapatan nasional Y = C + I + G + X-M. Data I merupakan data keseluruhan investasi domestik secara bruto, baik investasi oleh swasta (PMDN dan PMA) maupun oleh pemerintah. Cara kedua ialah dengan mengamati data-data PMDN dan PMA. Berarti kita hanya mengamati investasi oleh kalangan dunia usaha swasta saja. Cara ketiga ialah dengan menelaah pekembangan dana investasi yang disalurkan oleh dunia perbankan.
Investasi swasta PMDN dan PMA
·         Ketimpangan Investasi
Situasi penanaman modal di tanah air, sebagaimana halnya keadaan ekonomi Indonesia pada umumnya, tak luput dari gejala ketidakmerataan. Ketimpangan investasi terjadi secara sektoral dan secara regional. Secara sektoral, sebagian besar modal yang ditanam baik modal dalam negeri maupun modal asing tertumpuk di sektor industri pengolahan. Ketimpangan sektoral investasi tak pelak merupakan salah satu sumber ketimpangan pertumbuhan antarsektor. Secara regional, baik investasi domestik maupun investasi asing menumpuk di kawasan tengah Indonesia.
·         Kebijaksanaan Investasi
Pada tahun-tahun awal pemerintahannya, rezim orde baru menerbitkan  dua undang-undang berkenaan dengan investasi, yaitu Undang – Undang No. 1 /Tahun 1967 tentang penanaman modal asing (PMA) dan Undang – Undang No. 6 /Tahun 1968 tentang penanaman modal dalam negeri (PMDN). Pemerintah sengaja lebih dahulu membuat UU tentang modal asing dengan persyaratan yang amat ringan mengingat pada saat itu investasi diperlukan sekali untuk membantu memulihkan perekonomian dalam negeri yang porak-poranda. Dalam UU No. 1 /Tahun 1967 antara lain ditetapkan:
  1. Penanam modal dibebaskan dari pajak deviden serta pajak perusahaan selama lima tahun.
  2. Jaminan tidak akan dinasionalisasikannya perusahaan-perusahaan asing dan kalaupun dinasionalisasi akan diganti rugi.
  3. Masa operasional PMA adalah 30 tahun dengan perpanjangannya tergantung pada hasil perundingan ulang.
  4. Keleluasaan bagi penanam modal asing untuk membawa serta atau memilih personil manajemennya dan untuk menggunakan tenaga ahli asing bagi pekerjaan-pekerjaan yang belum bisa ditangani oleh tenaga-tenaga Indonesia.
  5. Kebebasan untuk mentransfer dalam bentuk uang semula (valuta asing).
  6. Sektor-sektor atau bidang usaha yang dinyatakan tertutup bagi modal asing, yaitu pekerjaan umum (seperti pelabuhan dan pembangkit tenaga listrik), media massa, pengangkutan, prasarana serta segala industri yang berhubungan dengan kegiatan produksi untuk keperluan pertahanan negara.



·         Deregulasi Investasi
Peraturan pemerintah No. 17/Tahun 1992 mengatur antara lain:
  1. Investasi asing dapat mendirikan perusahaan patungan dengan ketentuan modal minimal US$ 1 juta dan 20% sahamnya dimiliki oleh mitra Indonesia. Tapi dalam 20 tahun setelah berproduksi pangsa modal Indonesia harus ditingkatkan menjadi sekurang-kurangnya 51%.
  2. Pembukaan kesempatan penanam modal asing 100% bersyarat. Adapun syaratnya ialah modal minimal US$ 50 juta dan berlokasi di kawasan timur Indonesia, Bengkulu atau Jambi, atau berlokasi di kawasan berikat dengan hasil produksi seluruhnya untuk ekspor.
Peraturan pemerintah No. 20/Tahun 1994 memperlunak lagi ketentuan tentang penanaman modal asing 100%. Empat hal mengenai PMA 100% di atur ulang disitu: perihal permodalan, lokasi usaha, kegiatan usaha, dan izin usaha.
  • Besarnya modal investasi diserahkan sepenuhnya kepada investor yang bersangkutan.
  • PMA 100% leluasa untuk menjalankan usaha di mana saja di seluruh Indonesia.
  • PMA patungan (maksudnya bukan PMA langsung 100%) diizinkan memasuki kegiatan usaha yang tergolong penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak.
  • Perusahaan yang didirikan dalam rangka PMA diberi izin usaha selama 30 tahun sejak produksi komersial.
Demikianlah dinamika kebijaksanaan investasi di Indonesia. Apabila diperhatikan dengan seksama, terkesan pemerintah berada di persimpangan jalan yang sulit. Peraturan-peraturan begitu mudah dan cepat berganti. Dapat dipastikan kebijaksanaan-kebijaksanaan baru dalam bidang penanam modal masih akan berluncuran.



BAB VIII PENGELUARAN KONSUMSI MASYARAKAT


BAB VIII
PENGELUARAN KONSUMSI MASYARAKAT
Prilaku konsumsi masyarakat
            Pertumbuhan konsumsi masyaraka Indonesia rata-rata 6,5% petahun selam masa dasawarsa 1970 an. Angka ini sama 1% lebih rendah dari pertumbuhan rata-rata pengeluaran konsumsi masyarakat Malaysia untuk kurun waktu yang sama. Akan tetapi lebih tinggi dari india dan RRC, masing-masing 2,9 dan 4,9%; bahaka juga dibandingkan pertumbuhan konsumsi masyarakat AS (3,1%) dan jepang 4,7%. Dalam periode 1980-1993 pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia 4,4%pertahun lebih rendah dari cina dan Malaysia namun lebih tinggi dari AS dan jepang. Angka-angka ini beralasan untuk menjelaskan bahwa sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki kemandirian yang cukup untuk menumbuhkan perekonomiannya.
Pola konsumsi masyarakat
            Pola konsumsi dapat dikenali berdasarkan alokasi penggunaanya. Pengeluaran rata-rata perkapita orang Indonesia sebesar Rp.43.565,00 setiap bulan pada tahun 1993, menurut harga yang berlaku. Diantaranya sebesar Rp.24.772,00 atau 56,86% merupakan pengeluaran konsumsi makanan. Bersrti lebih dari separuh habis untuk makan, termasuk minum dan merokok. Pengeluarahn rata-rata masyarakat kota dua kali lebih besar dari masyarakat desa. Alokasi penggunaannya juga sangat berbeda, pengeluaran rata-rata penduduk desa tiap bulan hanya Rp.33.385,00 perkapita, sebesar Rp.21.228,00 atau 63,,585 untuk makanan. Sedangkan masyarakat kota Rp 64.063,00, yang digunakan untuk makan rata-rata hanya Rp 31.908,00 atau 49,81%. Orang desa dan orang kota tidak hanya berbeda dalah hal besar pengeluaran, tap juga dalam pola konsumsi. Angka-angka perbandingan ini, sekali lagi, mengesahkan adanya ketimpanagan tingkat kemakmuran antara penduduk desa dan kota.
Dimensi ketimpangan pengeluaran konsumsi
Melalui perbandingan-perandingan perilaku dan pola konsumsi masyarakat, telah disingkap adanya kesenjangan antara masyarakat perdesaan dan masyarakat perkotaan. Pengeluaran konsumsi masyarakat dapat pula difungsikan untuk mendeteksi ketimpangan kemakmuran antar lapisan masyarakat, sebab sebagaimana diketahui kesenjangan kemakmuran dapat diukur baik dengan pendekatan pendapatan maupun pendekatan pengeluaran.
Dengan mengelompokan distribusi pengeluaran masyarakat ke dalam persepuluhan atau desil (decile) dapat diketahui ketimpangan pengeluaran penduduk. Selanjutnya, bisa pula dihitung indeks atau rasio gini masyarakat yang bersangkutan secara keseluruhan sebagai satu totalitas.
Disamping, berdimensi spasial atau antar daerah yakni antara daerah perdesaan dan daerah perkotaan, perbedaan atau ketimpangan pengeluaran konsumsi masyarakat juga terjadi dalam dimensi antar lapisan pengeluaran itu sendiri. Terdapat pula diskrepansi pengeluaran konsumsi yang berdimensi regional atau antar wilayah, yakni antara propinsi yang satu dan propinsi lain di tanah air
Pola konsumsi masyarakat berbeda antarlapisan pengeluaran. Terdapat kecenderungan umum bahwa semakin rendah kelas pengeluaran masyarakat semakin dominan alokasi belanjanya untuk pangan. Di lain pihak, kian tinggi kelas pengeluarannya kian tinggi besar pula proporsi belanjanya untuk konsumsi bukan makanan. Jenis makanan yang dikonsumsi juga berbeda. Semakin rendah kelas pengeluaran, cenderung semakin dominan jenis padi-padian umbi-umbian yang dikonsumsi.
Dalam kelompok pengeluaran untuk non-makanan, terjadi gejala sebaliknya. Semakin tinggi pengeluarannya semakin besar proporsinya secara umum, dan secara spesifik untuk berbagai Janis pengeluaran non-makanan tertentu.
- banyaknya intensitas/kebutuhan konsumen
masyarakat kota cenderung memiliki lebih banyak keinginan untuk dipenuhi dibanding masy. desa
Tabungan Masyarakat
Tabungan adalah bagian dari pendapatan dapat dibelanjakan (disposable income) yang tidak dikeluarkan untuk konsumsi. Ini merupakan tabungan masyarakat. Tabungan pemerintah adalah selisih positif antara penerimaan dalam negeri dan pengeluaran rutin. Kedua macam tabungan ini membentuk tabungan nasional, merupakan sumber dana investasi.
Kendati pada dasarnya semua sisa pendapatan yang tidak dikonsumsi adalah tabungan, namun tidak seluruhnya merupakan tabungan sebagaimana yang dikonsepsikan dalam makro ekonomi. Hanya bagian yang dititipkan pada lembaga perbankan sajalah yang dapat dinyatakan sebagai tabungan, karena secara makro dapat disalurkan sebagai dana investasi. Sisa pendapatan tidak dikonsumsi yang disimpan sendiri (istilah umumnya celengan) tidak tergolong sebagai tabungan.
Perkiraan jumlah tabungan masyarakat Indonesia memang tidak ditaksir melalui cara sebagaimana diusulkan tadi. Biro Pusat Statistik menaksirnya melalui selisih antara tabungan nasional dan tabungan pemerintah. Yang terakhir ini relative lebih gampang dihitung mengingat catatan administratifnya cukup tersedia. Angka tabungan nasional sendiri merupakan hasil penaksiran pula, yaitu PDB dikurangi Nilai Konsumsi Akhir Sektor Rumah Tangga dan Sektor Pemerintah, ditambah Pendapatan Netto Faktor Produksi terhadap Luar Negeri. Jadi, karena kesulitan teknis penafsiran, metodologi perhitungannya dibalik. Bukannya tabungan masyarakat ditambah tabungan pemerintah menghasilkan tabungan nasional, melainkan tabungan nasional dikurangi tabungan pemerintah menghasilkan tabungan masyarakat. Kepraktisan metodologis semacam ini tentu saja merupakan kelemahannya.
Tabungan masyarakat bersama-sama tabungan pemerintah dan dana dari luar negeri merupakan sumber pembiayaan investasi. Dalam rangka menggalakkan peran serta masyarakat dalam pembangunan, tabungan masyarakat senantiasa diupayakan untuk terus meningkat.
Fungsi Konsumsi Dan Fungsi Tabungan
Dalam teori makro ekonomidikenal berbagai variasi model fungsi konsumsi. Fungsi konsumsi yang paling dikenal dan sangat lazim digunakan dalam perhitungan-perhitungan makro ekonomi, yaitu fungsi konsumsi Keynesian. John Maynard Keynes menyatakan bahwa pengeluaran konsumsi masyarakat tergantung pada (berbanding lurus dengan) tingkat pendapatannya. James S. Duesenberry mengusulkan model lain. Berkaitan dengan hipotesisnya tentangpendapatan relative, ia berpendapat tingkat pendapatan yang mempengaruhi pengeluaran konsumsi masyarakat bukan tingkat pendapatan efektif, maksudnya pendapatan rutin yang secara factual diterima, tapi oleh tingkat pendapatan relative. Milton Friedman mengajukan model pendapatan yang menentukan besar kecilnya konsumsi adalah tingkat pendapatan permanen. Tentu saja, selain tingkat pendapatan sebagai variable pengaruh utama, terdapat kemungkinan beberapa variable lain turut mempengaruhi besar kecil pengeluaran konsumsi masyarakat.
Dari sudut tinjauan kebaikan suai (goodness of fit) model ini cukup memadai. Model ini mengandung korelasi serial (otokorelasi) negative.
Fungsi tabungan dipengaruhi oleh empat factor atau variable. Keempat factor atau variable tersebut yaitu pendapatan, suku bunga, inflasi, dan penerimaan ekspor. Model ini tidak otokorelatif.