Jumat, 08 Juni 2012

BAB IX INVESTASI


BAB IX
INVESTASI
PERKEMBANGAN DA SASARAN UMUM INVESTASI
Semenjak diberlakukannya Undang-undang No.1/Tahun 1967 .No.11/Tahun 1997 tentang PMA dan undang-undang no.6/Tahun 1968 no 12/tahu 1970 tentang PMDN,investasi cendrung terus meningkan dari waktu ke waktu.Walaupun demikian,pada tahun-tahun tertentu sempat juga terjadi penurunan.Kecendrungan peningkatan bukan hanya berlangsung pada investasi oleh kalangan masyarakat atau sektro swasta,baik PMDN maupun PMA, namaun juga penanaman modal oleh pemerintah.Ini berarti pembetukan modal domestik bruto meningkat dari tahun ke tahun.

Penamnaman modal oleh dunia usaha meningkat pesat terutama dalam dasawarsa 1980-an sesudah pemerintah meluncurkan sebuah paket kebijksanaan deregulasi dan debirokratisasi.Dalam dasawarsa 1970-an bagian terbesar penanaman modal negri berasal dari sektor pemerintah.Keadaan tersebut sekarang terbalik.Selama paruh pertawa dasawarsa 1990-an sebagian besar investasi domestik berasal dari dunia usaha dan masyarakat.Investasi oleh pemerintah sendiri juga tetap bertambah sejalan dengan meningkatnya kebutuhan akan sarana dan prasarana serta pelayanan dan dasar lainnya

Dalam pembiayaan pembangunan sepanjang PJP 1 telah terjadi peningkatan pesat investasi.Apabila pada awal PJP 1 nilai investasi total (diukur dengan harga konstan tahun 1983) baru mencapai angkka Rp 3,7 Triliun,pada tahun 1992 nilai itu sudah mencapai bilangan Rp 34,7 Triliun.Itu berarti setiap tahun investasi naik dengan lanju rata rata sekitar 10 persen.Sepanjang kurun waktu itu peranan sektor swasta dalam keseluruhan investasi nasional sangat fluktuatif.Pada masa sepuluh tahun pertama,maksudnya tahun 1970-an,peranan investasi swasta mengalami penurunan seirung engan meningkatnya pesat investasi pemerintah.Pada masa sewindu berikutnya,periode awal 1980-an hingga tahun1987,sejalan dengan merosotnya penerimaan pemerintah dari sekto minyak bumi serta membekaknya pembayaran utang luar negri,peranan investasi pemerintah menurun.Sebaliknya,peranan investasi swasta meningkat,kemudian,sejajar dengan membaiknya lagi penerimaan pemerintah namun kali ini berkat kenaikan pesat penerimaan pajak,peranan investasi pemerintah pun meningkat kembali sehingga kontribusi relatif investasi swasta sedikit menurun.

Perkembangan investasi sepanjan PJP I bahkan melebihi pertumbuhan produks nasional.Rasio investasi terhadap produksi nasional melonjak cukup berarti,dari semula 18 persen kemudian 30,5 persen.lonjakan rasio ini merupakan pertanda kenaikan kapasitas produksi nasional.Semua itu dimungkinkan berkat kenaikan dalam sumberr pembiayaannya,baik dari tabungan dalam negri maupun dari dana luar negri.Tabungan domestik meningkat dengan laju rata rata 12,6 persen per tahun.Peranan tabungan domestik dalam pembiayaan investasi telah meningkat dari 82 persen pada Pelita I Menjadi sekitar 91 persen pada pelita V.

Disektor investasi swasta,selama periode 1 januari 1967 hingga 15 juli 1994 secara kumulatif telah disetujui sebanyak 8703 proyek PMDN dengan nilai total Rp275.413,7 Miliar.Dalam kurun waktu yang sama jumlah PMA yang disetujui sebanyak 2.907 proyek dengan nilai total US$83.945,6 juta.Namun dari jumlah jumlah yg disetujui itu,realisasi kumulatif hanya 5649 proyek PMDN dengan nilai total 82,949 persen.Sedangkan realisasi kumulatif PMA hana 1649 proyek (56,72 persen) dengan nilai total US$26.742 juta (31,86 persen).Mayoritas Investasi oleh pihak swasta tertanam disekto sekunder atau sektor industri pengolahan (manufacturing),baik PMDN maupun PMA,baik dilihat berdasarkan jumlah proyek maupun berdasarkan nilai investasinya

Dilihat secara regional,sebagian besar proyek-proyek PMDN dan PMA berlokasi di wilayan Propinsi Jawa Barat dan DKI jakarta,baik tatkalah persetujuannya diterbitkan maupun sesudah proyek proyek itu diwujudkan.Dalam perbandingan antar pulau,63,3 persen nilai MDN terkonsentrasi di Pulau Jawa.Proporsi nilai PMA yang menumpuk dipulau ini lebih besar lagi,67,5persen(Angka-angka dihitung berdasarkan data persetujuan kumulatif sampai dengan 15 juli 1994).Khusus mengenai PMA,nilai investasi terbesar berasal dari Jepang.Para investor dari negri matahari terbit ini menguasai sekitar seperlima nilai PMA di Indonesia,termasuk nilai proyek-proyek patungannya dengan beberapa negara.

Indonesia menghadapi berbagai tantangan dalam mencerahkan iklim investasinya di masa datang,baik secara internal di dalam negri sendiri maupun secara eksternal dari negara lain.Di dalam negri,tantanagn itu antara lain masih belum memadainya ketersedian sarana dan prasarana perekonomian yang berupa barang barang publik.Sementara keuangan pemerintah justru harus dikelola lebih efisien,kalangan swasta biasanya enggan atau tidak tertarik untuk menanam modal bagi penyediaan barang publik.

Berdampingan dengan tantanan-tantangan yang dihadapi,tentu saja terdapat berbagai peluang yang kita miliki.Peluang tersebut misalnya kemantapan situasi politik di tanah air,perkembangan mengesankan dalam kualitas sumberdaya manusia,keterbukaan perekonimian kita serta keberhasilan pembangunan selama ini yang tentu saja merupakan kredibilitas tersendiri.Di tengah tantagan dan peluang-peluang itulah pemrintah mencanagkan target-target tertemtu untuk investasi di masa datang.
Pembentukan Modal Domestik Bruto
Untuk mendapatkan gambaran mengenai perkembangan investasi dari waktu ke waktu, ada tiga macam cara yang bisa dilakukan. Pertama, dengan menyoroti kontribusi pembentukan modal domestik bruto dalam konteks permintaan agregat, yakni melihat sumbangan dan perkembangan variabel I dalam identitas pendapatan nasional Y = C + I + G + X-M. Data I merupakan data keseluruhan investasi domestik secara bruto, baik investasi oleh swasta (PMDN dan PMA) maupun oleh pemerintah. Cara kedua ialah dengan mengamati data-data PMDN dan PMA. Berarti kita hanya mengamati investasi oleh kalangan dunia usaha swasta saja. Cara ketiga ialah dengan menelaah pekembangan dana investasi yang disalurkan oleh dunia perbankan.
Investasi swasta PMDN dan PMA
·         Ketimpangan Investasi
Situasi penanaman modal di tanah air, sebagaimana halnya keadaan ekonomi Indonesia pada umumnya, tak luput dari gejala ketidakmerataan. Ketimpangan investasi terjadi secara sektoral dan secara regional. Secara sektoral, sebagian besar modal yang ditanam baik modal dalam negeri maupun modal asing tertumpuk di sektor industri pengolahan. Ketimpangan sektoral investasi tak pelak merupakan salah satu sumber ketimpangan pertumbuhan antarsektor. Secara regional, baik investasi domestik maupun investasi asing menumpuk di kawasan tengah Indonesia.
·         Kebijaksanaan Investasi
Pada tahun-tahun awal pemerintahannya, rezim orde baru menerbitkan  dua undang-undang berkenaan dengan investasi, yaitu Undang – Undang No. 1 /Tahun 1967 tentang penanaman modal asing (PMA) dan Undang – Undang No. 6 /Tahun 1968 tentang penanaman modal dalam negeri (PMDN). Pemerintah sengaja lebih dahulu membuat UU tentang modal asing dengan persyaratan yang amat ringan mengingat pada saat itu investasi diperlukan sekali untuk membantu memulihkan perekonomian dalam negeri yang porak-poranda. Dalam UU No. 1 /Tahun 1967 antara lain ditetapkan:
  1. Penanam modal dibebaskan dari pajak deviden serta pajak perusahaan selama lima tahun.
  2. Jaminan tidak akan dinasionalisasikannya perusahaan-perusahaan asing dan kalaupun dinasionalisasi akan diganti rugi.
  3. Masa operasional PMA adalah 30 tahun dengan perpanjangannya tergantung pada hasil perundingan ulang.
  4. Keleluasaan bagi penanam modal asing untuk membawa serta atau memilih personil manajemennya dan untuk menggunakan tenaga ahli asing bagi pekerjaan-pekerjaan yang belum bisa ditangani oleh tenaga-tenaga Indonesia.
  5. Kebebasan untuk mentransfer dalam bentuk uang semula (valuta asing).
  6. Sektor-sektor atau bidang usaha yang dinyatakan tertutup bagi modal asing, yaitu pekerjaan umum (seperti pelabuhan dan pembangkit tenaga listrik), media massa, pengangkutan, prasarana serta segala industri yang berhubungan dengan kegiatan produksi untuk keperluan pertahanan negara.



·         Deregulasi Investasi
Peraturan pemerintah No. 17/Tahun 1992 mengatur antara lain:
  1. Investasi asing dapat mendirikan perusahaan patungan dengan ketentuan modal minimal US$ 1 juta dan 20% sahamnya dimiliki oleh mitra Indonesia. Tapi dalam 20 tahun setelah berproduksi pangsa modal Indonesia harus ditingkatkan menjadi sekurang-kurangnya 51%.
  2. Pembukaan kesempatan penanam modal asing 100% bersyarat. Adapun syaratnya ialah modal minimal US$ 50 juta dan berlokasi di kawasan timur Indonesia, Bengkulu atau Jambi, atau berlokasi di kawasan berikat dengan hasil produksi seluruhnya untuk ekspor.
Peraturan pemerintah No. 20/Tahun 1994 memperlunak lagi ketentuan tentang penanaman modal asing 100%. Empat hal mengenai PMA 100% di atur ulang disitu: perihal permodalan, lokasi usaha, kegiatan usaha, dan izin usaha.
  • Besarnya modal investasi diserahkan sepenuhnya kepada investor yang bersangkutan.
  • PMA 100% leluasa untuk menjalankan usaha di mana saja di seluruh Indonesia.
  • PMA patungan (maksudnya bukan PMA langsung 100%) diizinkan memasuki kegiatan usaha yang tergolong penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak.
  • Perusahaan yang didirikan dalam rangka PMA diberi izin usaha selama 30 tahun sejak produksi komersial.
Demikianlah dinamika kebijaksanaan investasi di Indonesia. Apabila diperhatikan dengan seksama, terkesan pemerintah berada di persimpangan jalan yang sulit. Peraturan-peraturan begitu mudah dan cepat berganti. Dapat dipastikan kebijaksanaan-kebijaksanaan baru dalam bidang penanam modal masih akan berluncuran.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar