BAB IX
INVESTASI
PERKEMBANGAN
DA SASARAN UMUM INVESTASI
Semenjak
diberlakukannya Undang-undang No.1/Tahun 1967 .No.11/Tahun 1997 tentang PMA dan
undang-undang no.6/Tahun 1968 no 12/tahu 1970 tentang PMDN,investasi cendrung
terus meningkan dari waktu ke waktu.Walaupun demikian,pada tahun-tahun tertentu
sempat juga terjadi penurunan.Kecendrungan peningkatan bukan hanya berlangsung
pada investasi oleh kalangan masyarakat atau sektro swasta,baik PMDN maupun
PMA, namaun juga penanaman modal oleh pemerintah.Ini berarti pembetukan modal
domestik bruto meningkat dari tahun ke tahun.
Penamnaman
modal oleh dunia usaha meningkat pesat terutama dalam dasawarsa 1980-an sesudah
pemerintah meluncurkan sebuah paket kebijksanaan deregulasi dan
debirokratisasi.Dalam dasawarsa 1970-an bagian terbesar penanaman modal negri
berasal dari sektor pemerintah.Keadaan tersebut sekarang terbalik.Selama paruh
pertawa dasawarsa 1990-an sebagian besar investasi domestik berasal dari dunia
usaha dan masyarakat.Investasi oleh pemerintah sendiri juga tetap bertambah
sejalan dengan meningkatnya kebutuhan akan sarana dan prasarana serta pelayanan
dan dasar lainnya
Dalam
pembiayaan pembangunan sepanjang PJP 1 telah terjadi peningkatan pesat
investasi.Apabila pada awal PJP 1 nilai investasi total (diukur dengan harga
konstan tahun 1983) baru mencapai angkka Rp 3,7 Triliun,pada tahun 1992 nilai
itu sudah mencapai bilangan Rp 34,7 Triliun.Itu berarti setiap tahun investasi
naik dengan lanju rata rata sekitar 10 persen.Sepanjang kurun waktu itu peranan
sektor swasta dalam keseluruhan investasi nasional sangat fluktuatif.Pada masa
sepuluh tahun pertama,maksudnya tahun 1970-an,peranan investasi swasta
mengalami penurunan seirung engan meningkatnya pesat investasi pemerintah.Pada
masa sewindu berikutnya,periode awal 1980-an hingga tahun1987,sejalan dengan
merosotnya penerimaan pemerintah dari sekto minyak bumi serta membekaknya
pembayaran utang luar negri,peranan investasi pemerintah
menurun.Sebaliknya,peranan investasi swasta meningkat,kemudian,sejajar dengan
membaiknya lagi penerimaan pemerintah namun kali ini berkat kenaikan pesat
penerimaan pajak,peranan investasi pemerintah pun meningkat kembali sehingga
kontribusi relatif investasi swasta sedikit menurun.
Perkembangan
investasi sepanjan PJP I bahkan melebihi pertumbuhan produks nasional.Rasio
investasi terhadap produksi nasional melonjak cukup berarti,dari semula 18 persen
kemudian 30,5 persen.lonjakan rasio ini merupakan pertanda kenaikan kapasitas
produksi nasional.Semua itu dimungkinkan berkat kenaikan dalam sumberr
pembiayaannya,baik dari tabungan dalam negri maupun dari dana luar
negri.Tabungan domestik meningkat dengan laju rata rata 12,6 persen per
tahun.Peranan tabungan domestik dalam pembiayaan investasi telah meningkat dari
82 persen pada Pelita I Menjadi sekitar 91 persen pada pelita V.
Disektor
investasi swasta,selama periode 1 januari 1967 hingga 15 juli 1994 secara
kumulatif telah disetujui sebanyak 8703 proyek PMDN dengan nilai total
Rp275.413,7 Miliar.Dalam kurun waktu yang sama jumlah PMA yang disetujui
sebanyak 2.907 proyek dengan nilai total US$83.945,6 juta.Namun dari jumlah
jumlah yg disetujui itu,realisasi kumulatif hanya 5649 proyek PMDN dengan nilai
total 82,949 persen.Sedangkan realisasi kumulatif PMA hana 1649 proyek (56,72
persen) dengan nilai total US$26.742 juta (31,86 persen).Mayoritas Investasi
oleh pihak swasta tertanam disekto sekunder atau sektor industri pengolahan (manufacturing),baik
PMDN maupun PMA,baik dilihat berdasarkan jumlah proyek maupun berdasarkan nilai
investasinya
Dilihat
secara regional,sebagian besar proyek-proyek PMDN dan PMA berlokasi di wilayan
Propinsi Jawa Barat dan DKI jakarta,baik tatkalah persetujuannya diterbitkan
maupun sesudah proyek proyek itu diwujudkan.Dalam perbandingan antar pulau,63,3
persen nilai MDN terkonsentrasi di Pulau Jawa.Proporsi nilai PMA yang menumpuk
dipulau ini lebih besar lagi,67,5persen(Angka-angka dihitung berdasarkan data
persetujuan kumulatif sampai dengan 15 juli 1994).Khusus mengenai PMA,nilai
investasi terbesar berasal dari Jepang.Para investor dari negri matahari terbit
ini menguasai sekitar seperlima nilai PMA di Indonesia,termasuk nilai
proyek-proyek patungannya dengan beberapa negara.
Indonesia
menghadapi berbagai tantangan dalam mencerahkan iklim investasinya di masa
datang,baik secara internal di dalam negri sendiri maupun secara eksternal dari
negara lain.Di dalam negri,tantanagn itu antara lain masih belum memadainya
ketersedian sarana dan prasarana perekonomian yang berupa barang barang
publik.Sementara keuangan pemerintah justru harus dikelola lebih
efisien,kalangan swasta biasanya enggan atau tidak tertarik untuk menanam modal
bagi penyediaan barang publik.
Berdampingan
dengan tantanan-tantangan yang dihadapi,tentu saja terdapat berbagai peluang
yang kita miliki.Peluang tersebut misalnya kemantapan situasi politik di tanah
air,perkembangan mengesankan dalam kualitas sumberdaya manusia,keterbukaan
perekonimian kita serta keberhasilan pembangunan selama ini yang tentu saja
merupakan kredibilitas tersendiri.Di tengah tantagan dan peluang-peluang itulah
pemrintah mencanagkan target-target tertemtu untuk investasi di masa datang.
Pembentukan Modal Domestik
Bruto
Untuk mendapatkan gambaran
mengenai perkembangan investasi dari waktu ke waktu, ada tiga macam cara yang
bisa dilakukan. Pertama, dengan menyoroti kontribusi pembentukan modal domestik
bruto dalam konteks permintaan agregat, yakni melihat sumbangan dan
perkembangan variabel I dalam identitas pendapatan nasional Y = C + I + G +
X-M. Data I merupakan data keseluruhan investasi domestik secara bruto, baik
investasi oleh swasta (PMDN dan PMA) maupun oleh pemerintah. Cara kedua ialah
dengan mengamati data-data PMDN dan PMA. Berarti kita hanya mengamati investasi
oleh kalangan dunia usaha swasta saja. Cara ketiga ialah dengan menelaah
pekembangan dana investasi yang disalurkan oleh dunia perbankan.
Investasi swasta PMDN dan PMA
·
Ketimpangan Investasi
Situasi penanaman modal di tanah
air, sebagaimana halnya keadaan ekonomi Indonesia pada umumnya, tak luput dari
gejala ketidakmerataan. Ketimpangan investasi terjadi secara sektoral dan
secara regional. Secara sektoral, sebagian besar modal yang ditanam baik modal
dalam negeri maupun modal asing tertumpuk di sektor industri pengolahan.
Ketimpangan sektoral investasi tak pelak merupakan salah satu sumber
ketimpangan pertumbuhan antarsektor. Secara regional, baik investasi domestik
maupun investasi asing menumpuk di kawasan tengah Indonesia.
·
Kebijaksanaan Investasi
Pada
tahun-tahun awal pemerintahannya, rezim orde baru menerbitkan dua
undang-undang berkenaan dengan investasi, yaitu Undang – Undang No. 1 /Tahun
1967 tentang penanaman modal asing (PMA) dan Undang – Undang No. 6 /Tahun 1968
tentang penanaman modal dalam negeri (PMDN). Pemerintah sengaja lebih dahulu
membuat UU tentang modal asing dengan persyaratan yang amat ringan mengingat
pada saat itu investasi diperlukan sekali untuk membantu memulihkan
perekonomian dalam negeri yang porak-poranda. Dalam UU No. 1 /Tahun 1967 antara
lain ditetapkan:
- Penanam modal dibebaskan dari pajak deviden serta pajak perusahaan selama lima tahun.
- Jaminan tidak akan dinasionalisasikannya perusahaan-perusahaan asing dan kalaupun dinasionalisasi akan diganti rugi.
- Masa operasional PMA adalah 30 tahun dengan perpanjangannya tergantung pada hasil perundingan ulang.
- Keleluasaan bagi penanam modal asing untuk membawa serta atau memilih personil manajemennya dan untuk menggunakan tenaga ahli asing bagi pekerjaan-pekerjaan yang belum bisa ditangani oleh tenaga-tenaga Indonesia.
- Kebebasan untuk mentransfer dalam bentuk uang semula (valuta asing).
- Sektor-sektor atau bidang usaha yang dinyatakan tertutup bagi modal asing, yaitu pekerjaan umum (seperti pelabuhan dan pembangkit tenaga listrik), media massa, pengangkutan, prasarana serta segala industri yang berhubungan dengan kegiatan produksi untuk keperluan pertahanan negara.
·
Deregulasi Investasi
Peraturan
pemerintah No. 17/Tahun 1992 mengatur antara lain:
- Investasi asing dapat mendirikan perusahaan patungan dengan ketentuan modal minimal US$ 1 juta dan 20% sahamnya dimiliki oleh mitra Indonesia. Tapi dalam 20 tahun setelah berproduksi pangsa modal Indonesia harus ditingkatkan menjadi sekurang-kurangnya 51%.
- Pembukaan kesempatan penanam modal asing 100% bersyarat. Adapun syaratnya ialah modal minimal US$ 50 juta dan berlokasi di kawasan timur Indonesia, Bengkulu atau Jambi, atau berlokasi di kawasan berikat dengan hasil produksi seluruhnya untuk ekspor.
Peraturan
pemerintah No. 20/Tahun 1994 memperlunak lagi ketentuan tentang penanaman modal
asing 100%. Empat hal mengenai PMA 100% di atur ulang disitu: perihal
permodalan, lokasi usaha, kegiatan usaha, dan izin usaha.
- Besarnya modal investasi diserahkan sepenuhnya kepada investor yang bersangkutan.
- PMA 100% leluasa untuk menjalankan usaha di mana saja di seluruh Indonesia.
- PMA patungan (maksudnya bukan PMA langsung 100%) diizinkan memasuki kegiatan usaha yang tergolong penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak.
- Perusahaan yang didirikan dalam rangka PMA diberi izin usaha selama 30 tahun sejak produksi komersial.
Demikianlah
dinamika kebijaksanaan investasi di Indonesia. Apabila diperhatikan dengan
seksama, terkesan pemerintah berada di persimpangan jalan yang sulit.
Peraturan-peraturan begitu mudah dan cepat berganti. Dapat dipastikan
kebijaksanaan-kebijaksanaan baru dalam bidang penanam modal masih akan
berluncuran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar