BAB V
DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PEMERATAAN PEMBANGUNAN
KONSEP-KONSEP DISTRIBUS PENDAPATAN
Distribusi pendapatan nasional mencerminkan merata atau timpangnya
pembagian hasil pembangunan suatu Negara dikalangan penduduknya. Terdapat
berbagai criteria atau tolak ukur untuk menilai kemerataan distribus dimaksud.
Tiga diantaranya lazim yang lazim digunakan ialah:
1.
Kurva
Lorenz
2.
Indeks
atau rasio Gini
3.
Criteria
bank dunia
Kurva Lorenz menggambarkan
distribusi komulatif pendapata dilapisan pendapatan nasional dikalangan
lapisan-lapisan penduduk, secara komulatif pula. Kurva ini terletak di dalam
sebuah bujur sangkar yang isi tegaknya melambangkan persentasi kumulatif
pendapatan nasional, sedang sisi datarnya mewakili persentase kumulatif
penduduk. Kurva sndiri “ditempatkan” pada diagonal utama bujur sangkar
tersebut. Kurva Lorenz yang semakin dekat
ke diagonal (semakin lurus) menyiratkan distribusi pendapatan nasional yang
semakin merata. Sebaliknya, jika kurva Lorenz semakin jauh dari diagonal maka
ia mencerminkan keadaan yang semakin buruk, distribusi pendapatan nasional
semakin timpang dan tidak merata.
Indeks atau rasio Gini adalah
suatu koefesien yang berkisar dari angka 0 sampai 1 menjelaskan kadar kemertaan
distribusi pendapatan nasional. Semakin
kecil koefesiennya, pertanda semakin baik atau merata distribusi.
Dipihak lain, koefesien yang kian besar mengisyaratkan yang kian timpang atau
senjang.
Criteria ketidakmerataan versi bank dunia didasarkan pada porsi pendapatan nasional yang dinikmati oleh tiga
lapisan penduduk yakni 40% penduduk berpendapatan terendah, 40% penduduk
berpendapatan menengah, 20% penduduk berpendapatan tertinggi. Ketimpangan dan
ketidakmerataan distribusi dinyatakan parah apabila 40% penduduk berpendapatan
terendah menikmati dari 12% pendapatan nasional. Ketidakmerataan dianggap
sedang bila 40% penduduk termiskin menikmati 12 hingga 17% pendapatan nasional.
Sedangkan 40% penduduk yang berpendapatan terendah menikmati lebih dari 17%
pendapatan nasional, maka ketimpangan dan kesenjangan dikatakan lunak,
distribusi pendapatan nasional dianggap cukup merata.
KETIDAK MERATAAN DISTRIBUSI PENDAPATAN
1.
Ketidakmerataan pendapatan nasional
Distribusi atau pembagian pendapatan antarlapis pendapatan
masyarakat dapat ditelaah dengan mengamati perkembangan angka-angka rasio gini.
Koefesien gini itu sendiri, perlu dicatat, bukanlah merupakan indicator paling
ideal tentang ketidakmerataan distribusi pendapatan antarlapis. Namun
setidak-tidaknya ia cukup memberikan gambaran mengenai kecendrungan umum dalam
pola pembagian pendapatan.
2.
Ketidak merataan pendapatan spasial.
Ketidakmerataan distribus antarlapisan masyarakat bukan saja
berlangsung secara nasional. Akan tetapi hal itu dapat terjadi secara spasial.
Di Indonesia pembagian pendapatan relative lebih merata didaerah pedesaan
daripada di daerah perkotaan. Dibandingkan rasio gini antara desa dan kota
untuk tahun-tahun yang sama, koefesien lebih rendah untuk daerah pedesaan.
3.
Ketidakmerataan pendapatan regional
Secara regional atau antarwilayah, berlangsung pula ketidakmerataan
distribusi pendapatan antarlaisan masyarakat. Bukan hanya itu, diantara
wilayah-wilayah di Indonesia bahkan terdapat ketidakmerataan tingkat pendapatan
itu sendiri. Jadi dalam perspektif antarwilayah, ketidakmerataan terjadi baik
dalam hal tingkat pendapatan masyarakat antar wilayah yang satu dengan yang
lain, maupun dalam hal distribusi pendapatan dikalangan penduduk masing-masing
wilayah.
Ketimpangan pembangunan
Ketimpangan pembangunan yang terjadi di Indonesia secara makro dipengaruhi oleh adanyakesenjangan dalam alokasi sumber daya; sumberdaya manusia,, fisik,
teknologi dan capital.Setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda didalam
menghadapi isu ketimpanganpembangunan. Indonesia bagian barat menjadi primadona pembangunan ekonomi
Indonesiasejak
pemerintahan orde baru dimulai, terlebih sebelum era desentralisasi diterapkan
diIndonesia. Sementara sebaliknya, untuk wilayah Indonesia Timur, banyak
mengalamiketertinggalan diberbagai sector pembangunan.Salah
satu dampak sosial yang terjadi akibat kesenjangan atau ketimpangan
pembangunanekonomi dalah adanya kemiskinan diberbagai sektor. Kemiskinan
menjadi problem kolektif bangsa Indonesia. Berbagai program dan strategi
mengentaskan kemiskinan juga telah banyakdilakukan oleh pemerintah; mulai dari
penguatan kualitas sumberdaya manusia, pembukaanlapangan pekerjaan, eksplorasi
sumberdaya alam dan penyediaan program padat karya. Tulisanini secara global
akan memotret dua persoalan besar yang melanda dan menjadi problembersama semua
daerah.Dalam sebuah negara pasti tidak akan terlepas dari aktivitas-aktivitas
perekonomian. Aktivitasperekonomian ini terjadi dalam setiap bentuk aktivitas kehidupan
dan terjadi pada semuakalangan masyarakat, baik masyarakat menengah ke bawah
maupun pada masyarakat kalanganatas. Dalam pelaksanaannya, perekonomian selalu
menimbulkan permasalahan. Terlebih lagidalam pelaksanaannya di sebuah negara yang sedang berkembang. Begitu juga denganIndonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia.
Permasalahan perekonomianyang dihadapi bangsa ini sangat kompleks karena letak
antara pulau satu dengan pulau yanglainnya sangat berjauhan.
Kesenjangan social
Dalam subbab 5.2.2 didepan telah dipaparkan bahwa ketimpangan
social dalam distribusi pendapatan.
Ketimpangan antar daerah ditanah air dapat pula diungkapkan melalui berbagai
variable selain pendaatan, bahkan variable nonekonomi.
Dilihat
berdasarkan berbagai indicator, terlihat masih terjadi kesenjangan
kesejahteraan antara masyarkat desa dan kota. Bahkan untuk beberapa variable,
sekalipun skor kesejahteraannya mengisyaratkan adanya perbaikan itu cukup
mencolok. Persentase penduduk berusia 10 tahun keatas yang melek huruf lebih
besar dikota daripada di desa. Keadaan bayi dan anak-anak dikota lebih baik
daripada temen-teman mereka yang tinggal didesa. Kelayakan orang di kota jauh
lebih baik dari pada mereka yang tinggal di desa begitu seterusnya.
Mengapa timpang ?
Ada dua factor yang diungkapkan untuk menerangkan mengapa
ketimpangan pembangunan dan ahsil-hasilnya dapat terjadi. Pertama adalah
ketidak sejahteraan anugerah awal antara pelaku-pelaku ekonomi, dan yang
kedua adalah strategi pembangunan dalam era PJP I lebih bertumpu pada aspek
pertumbuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar